BIODATA
NamaTempat lahir Tanggal lahir Wafat di Tanggal wafat Usia Nama Ayah Nama Ibu Nama suami Nama Putra Tokoh Gelar Berdasarkan |
:: : : : : : : : : : : : |
Raden Adjeng KartiniJepara, Jawa Tengah 21 April 1879 Rembang, Jawa Tengah 17 September 1904 25 tahun Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, bupati Jepara (Keturunan Hamengkubuwana VI) M.A. Ngasirah K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, Bupati Rembang R.M. Soesalit Pelopor kebangkitan perempuan pribumi. Pahlawan Kemerdekaan Nasional Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964 |
Raden Adjeng Kartini adalah seseorang
dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa, putri Raden Mas Adipati
Ario Sosroningrat, bupati Jepara. Ia adalah putri dari istri pertama,
tetapi bukan istri utama. Ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai
Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di
Telukawur, Jepara. Dari sisi ayahnya, silsilah Kartini dapat dilacak
hingga Hamengkubuwana VI.
dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa, putri Raden Mas Adipati
Ario Sosroningrat, bupati Jepara. Ia adalah putri dari istri pertama,
tetapi bukan istri utama. Ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai
Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di
Telukawur, Jepara. Dari sisi ayahnya, silsilah Kartini dapat dilacak
hingga Hamengkubuwana VI.
Ayah Kartini pada mulanya adalah seorang
wedana di Mayong. Peraturan kolonial waktu itu mengharuskan seorang
bupati beristerikan seorang bangsawan. Karena M.A. Ngasirah bukanlah
bangsawan tinggi, maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Adjeng Woerjan
(Moerjam), keturunan langsung Raja Madura. Setelah perkawinan itu, maka
ayah Kartini diangkat menjadi bupati di Jepara menggantikan kedudukan
ayah kandung R.A. Woerjan, R.A.A. Tjitrowikromo.
wedana di Mayong. Peraturan kolonial waktu itu mengharuskan seorang
bupati beristerikan seorang bangsawan. Karena M.A. Ngasirah bukanlah
bangsawan tinggi, maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Adjeng Woerjan
(Moerjam), keturunan langsung Raja Madura. Setelah perkawinan itu, maka
ayah Kartini diangkat menjadi bupati di Jepara menggantikan kedudukan
ayah kandung R.A. Woerjan, R.A.A. Tjitrowikromo.
Kartini adalah anak ke-5 dari 11
bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua saudara sekandung, Kartini
adalah anak perempuan tertua. Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV,
diangkat bupati dalam usia 25 tahun. Kakak Kartini, Sosrokartono, adalah
seorang yang pintar dalam bidang bahasa.
bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua saudara sekandung, Kartini
adalah anak perempuan tertua. Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV,
diangkat bupati dalam usia 25 tahun. Kakak Kartini, Sosrokartono, adalah
seorang yang pintar dalam bidang bahasa.
Masa Sekolah Dan Aktifitas Masa Remaja
Sampai usia 12 tahun, Kartini
diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School). Di sini antara
lain Kartini belajar bahasa Belanda. Tetapi setelah usia 12 tahun, ia
harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit.
diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School). Di sini antara
lain Kartini belajar bahasa Belanda. Tetapi setelah usia 12 tahun, ia
harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit.
Karena Kartini bisa berbahasa Belanda,
maka di rumah ia mulai belajar sendiri dan menulis surat kepada
teman-teman korespondensi yang berasal dari Belanda. Salah satunya
adalah Rosa Abendanon yang banyak mendukungnya. Dari buku-buku, koran,
dan majalah Eropa, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir perempuan
Eropa. Timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi, karena ia
melihat bahwa perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah.
maka di rumah ia mulai belajar sendiri dan menulis surat kepada
teman-teman korespondensi yang berasal dari Belanda. Salah satunya
adalah Rosa Abendanon yang banyak mendukungnya. Dari buku-buku, koran,
dan majalah Eropa, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir perempuan
Eropa. Timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi, karena ia
melihat bahwa perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah.
Kartini
banyak membaca surat kabar Semarang De Locomotief yang diasuh Pieter
Brooshooft, ia juga menerima leestrommel (paket majalah yang diedarkan
toko buku kepada langganan). Di antaranya terdapat majalah kebudayaan
dan ilmu pengetahuan yang cukup berat, juga ada majalah wanita Belanda
De Hollandsche Lelie. Kartini pun kemudian beberapa kali mengirimkan
tulisannya dan dimuat di De Hollandsche Lelie. Dari surat-suratnya
tampak Kartini membaca apa saja dengan penuh perhatian, sambil membuat
catatan-catatan. Kadang-kadang Kartini menyebut salah satu karangan atau
mengutip beberapa kalimat. Perhatiannya tidak hanya semata-mata soal
emansipasi wanita, tapi juga masalah sosial umum. Kartini melihat
perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi dan persamaan hukum
sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas. Di antara buku yang dibaca
Kartini sebelum berumur 20, terdapat judul Max Havelaar dan Surat-Surat
Cinta karya Multatuli, yang pada November 1901 sudah dibacanya dua
kali. Lalu De Stille Kraacht (Kekuatan Gaib) karya Louis Coperus.
Kemudian karya Van Eeden yang bermutu tinggi, karya Augusta de Witt yang
sedang-sedang saja, roman-feminis karya Nyonya Goekoop de-Jong Van Beek
dan sebuah roman anti-perang karangan Berta Von Suttner, Die Waffen
Nieder (Letakkan Senjata). Semuanya berbahasa Belanda.
banyak membaca surat kabar Semarang De Locomotief yang diasuh Pieter
Brooshooft, ia juga menerima leestrommel (paket majalah yang diedarkan
toko buku kepada langganan). Di antaranya terdapat majalah kebudayaan
dan ilmu pengetahuan yang cukup berat, juga ada majalah wanita Belanda
De Hollandsche Lelie. Kartini pun kemudian beberapa kali mengirimkan
tulisannya dan dimuat di De Hollandsche Lelie. Dari surat-suratnya
tampak Kartini membaca apa saja dengan penuh perhatian, sambil membuat
catatan-catatan. Kadang-kadang Kartini menyebut salah satu karangan atau
mengutip beberapa kalimat. Perhatiannya tidak hanya semata-mata soal
emansipasi wanita, tapi juga masalah sosial umum. Kartini melihat
perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi dan persamaan hukum
sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas. Di antara buku yang dibaca
Kartini sebelum berumur 20, terdapat judul Max Havelaar dan Surat-Surat
Cinta karya Multatuli, yang pada November 1901 sudah dibacanya dua
kali. Lalu De Stille Kraacht (Kekuatan Gaib) karya Louis Coperus.
Kemudian karya Van Eeden yang bermutu tinggi, karya Augusta de Witt yang
sedang-sedang saja, roman-feminis karya Nyonya Goekoop de-Jong Van Beek
dan sebuah roman anti-perang karangan Berta Von Suttner, Die Waffen
Nieder (Letakkan Senjata). Semuanya berbahasa Belanda.
Masa Menikah Dan Wafat
Oleh orangtuanya, Kartini disuruh menikah
dengan bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat,
yang sudah pernah memiliki tiga istri. Kartini menikah pada tanggal 12
November 1903. Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi
kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu
gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang
kini digunakan sebagai Gedung Pramuka.
dengan bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat,
yang sudah pernah memiliki tiga istri. Kartini menikah pada tanggal 12
November 1903. Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi
kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu
gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang
kini digunakan sebagai Gedung Pramuka.
Anak pertama dan sekaligus terakhirnya,
R.M. Soesalit, lahir pada tanggal 13 September 1904. Beberapa hari
kemudian, 17 September 1904, Kartini meninggal pada usia 25 tahun.
Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.
R.M. Soesalit, lahir pada tanggal 13 September 1904. Beberapa hari
kemudian, 17 September 1904, Kartini meninggal pada usia 25 tahun.
Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.
Sekolah Kartini (Kartinischool), 1918.
Berkat kegigihannya Kartini, kemudian
didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912, dan
kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah
lainnya. Nama sekolah tersebut adalah “Sekolah Kartini”. Yayasan Kartini
ini didirikan oleh keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis.
didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912, dan
kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah
lainnya. Nama sekolah tersebut adalah “Sekolah Kartini”. Yayasan Kartini
ini didirikan oleh keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis.
Surat-Surat RA Kartini
Setelah Kartini wafat, Mr. J.H. Abendanon
mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A
Kartini pada teman-temannya di Eropa. Abendanon saat itu menjabat
sebagai Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda. Buku
itu diberi judul Door Duisternis tot Licht yang arti harfiahnya “Dari
Kegelapan Menuju Cahaya”. Buku kumpulan surat Kartini ini diterbitkan
pada 1911. Buku ini dicetak sebanyak lima kali, dan pada cetakan
terakhir terdapat tambahan surat Kartini.
mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A
Kartini pada teman-temannya di Eropa. Abendanon saat itu menjabat
sebagai Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda. Buku
itu diberi judul Door Duisternis tot Licht yang arti harfiahnya “Dari
Kegelapan Menuju Cahaya”. Buku kumpulan surat Kartini ini diterbitkan
pada 1911. Buku ini dicetak sebanyak lima kali, dan pada cetakan
terakhir terdapat tambahan surat Kartini.
Pada tahun 1922, Balai Pustaka
menerbitkannya dalam bahasa Melayu dengan judul yang diterjemahkan
menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran, yang merupakan
terjemahan oleh Empat Saudara. Kemudian tahun 1938, keluarlah Habis
Gelap Terbitlah Terang versi Armijn Pane seorang sastrawan Pujangga
Baru. Armijn membagi buku menjadi lima bab pembahasan untuk menunjukkan
perubahan cara berpikir Kartini sepanjang waktu korespondensinya. Versi
ini sempat dicetak sebanyak sebelas kali. Surat-surat Kartini dalam
bahasa Inggris juga pernah diterjemahkan oleh Agnes L. Symmers. Selain
itu, surat-surat Kartini juga pernah diterjemahkan ke dalam
bahasa-bahasa Jawa dan Sunda.
menerbitkannya dalam bahasa Melayu dengan judul yang diterjemahkan
menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran, yang merupakan
terjemahan oleh Empat Saudara. Kemudian tahun 1938, keluarlah Habis
Gelap Terbitlah Terang versi Armijn Pane seorang sastrawan Pujangga
Baru. Armijn membagi buku menjadi lima bab pembahasan untuk menunjukkan
perubahan cara berpikir Kartini sepanjang waktu korespondensinya. Versi
ini sempat dicetak sebanyak sebelas kali. Surat-surat Kartini dalam
bahasa Inggris juga pernah diterjemahkan oleh Agnes L. Symmers. Selain
itu, surat-surat Kartini juga pernah diterjemahkan ke dalam
bahasa-bahasa Jawa dan Sunda.
Terbitnya surat-surat Kartini, seorang
perempuan pribumi, sangat menarik perhatian masyarakat Belanda, dan
pemikiran-pemikiran Kartini mulai mengubah pandangan masyarakat Belanda
terhadap perempuan pribumi di Jawa. Pemikiran-pemikiran Kartini yang
tertuang dalam surat-suratnya juga menjadi inspirasi bagi tokoh-tokoh
kebangkitan nasional Indonesia, antara lain W.R. Soepratman yang
menciptakan lagu berjudul Ibu Kita Kartini.
perempuan pribumi, sangat menarik perhatian masyarakat Belanda, dan
pemikiran-pemikiran Kartini mulai mengubah pandangan masyarakat Belanda
terhadap perempuan pribumi di Jawa. Pemikiran-pemikiran Kartini yang
tertuang dalam surat-suratnya juga menjadi inspirasi bagi tokoh-tokoh
kebangkitan nasional Indonesia, antara lain W.R. Soepratman yang
menciptakan lagu berjudul Ibu Kita Kartini.
Pemikiran
Pada surat-surat Kartini tertulis
pemikiran-pemikirannya tentang kondisi sosial saat itu, terutama tentang
kondisi perempuan pribumi. Sebagian besar surat-suratnya berisi keluhan
dan gugatan khususnya menyangkut budaya di Jawa yang dipandang sebagai
penghambat kemajuan perempuan. Dia ingin wanita memiliki kebebasan
menuntut ilmu dan belajar. Kartini menulis ide dan cita-citanya, seperti
tertulis: Zelf-ontwikkeling dan Zelf-onderricht, Zelf- vertrouwen dan
Zelf-werkzaamheid dan juga Solidariteit. Semua itu atas dasar
Religieusiteit, Wijsheid en Schoonheid (yaitu Ketuhanan, Kebijaksanaan
dan Keindahan), ditambah dengan Humanitarianisme (peri kemanusiaan) dan
Nasionalisme (cinta tanah air).
pemikiran-pemikirannya tentang kondisi sosial saat itu, terutama tentang
kondisi perempuan pribumi. Sebagian besar surat-suratnya berisi keluhan
dan gugatan khususnya menyangkut budaya di Jawa yang dipandang sebagai
penghambat kemajuan perempuan. Dia ingin wanita memiliki kebebasan
menuntut ilmu dan belajar. Kartini menulis ide dan cita-citanya, seperti
tertulis: Zelf-ontwikkeling dan Zelf-onderricht, Zelf- vertrouwen dan
Zelf-werkzaamheid dan juga Solidariteit. Semua itu atas dasar
Religieusiteit, Wijsheid en Schoonheid (yaitu Ketuhanan, Kebijaksanaan
dan Keindahan), ditambah dengan Humanitarianisme (peri kemanusiaan) dan
Nasionalisme (cinta tanah air).
Surat-surat Kartini juga berisi
harapannya untuk memperoleh pertolongan dari luar. Pada perkenalan
dengan Estelle “Stella” Zeehandelaar, Kartini mengungkap keinginan untuk
menjadi seperti kaum muda Eropa. Ia menggambarkan penderitaan perempuan
Jawa akibat kungkungan adat, yaitu tidak bisa bebas duduk di bangku
sekolah, harus dipingit, dinikahkan dengan laki-laki yang tak dikenal,
dan harus bersedia dimadu.
harapannya untuk memperoleh pertolongan dari luar. Pada perkenalan
dengan Estelle “Stella” Zeehandelaar, Kartini mengungkap keinginan untuk
menjadi seperti kaum muda Eropa. Ia menggambarkan penderitaan perempuan
Jawa akibat kungkungan adat, yaitu tidak bisa bebas duduk di bangku
sekolah, harus dipingit, dinikahkan dengan laki-laki yang tak dikenal,
dan harus bersedia dimadu.
Pandangan-pandangan kritis lain yang
diungkapkan Kartini dalam surat-suratnya adalah kritik terhadap
agamanya. Ia mempertanyakan mengapa kitab suci harus dilafalkan dan
dihafalkan tanpa diwajibkan untuk dipahami. Ia mengungkapkan tentang
pandangan bahwa dunia akan lebih damai jika tidak ada agama yang sering
menjadi alasan manusia untuk berselisih, terpisah, dan saling menyakiti.
“…Agama harus menjaga kita daripada berbuat dosa, tetapi berapa
banyaknya dosa diperbuat orang atas nama agama itu…” Kartini
mempertanyakan tentang agama yang dijadikan pembenaran bagi kaum
laki-laki untuk berpoligami. Bagi Kartini, lengkap sudah penderitaan
perempuan Jawa yang dunianya hanya sebatas tembok rumah.
diungkapkan Kartini dalam surat-suratnya adalah kritik terhadap
agamanya. Ia mempertanyakan mengapa kitab suci harus dilafalkan dan
dihafalkan tanpa diwajibkan untuk dipahami. Ia mengungkapkan tentang
pandangan bahwa dunia akan lebih damai jika tidak ada agama yang sering
menjadi alasan manusia untuk berselisih, terpisah, dan saling menyakiti.
“…Agama harus menjaga kita daripada berbuat dosa, tetapi berapa
banyaknya dosa diperbuat orang atas nama agama itu…” Kartini
mempertanyakan tentang agama yang dijadikan pembenaran bagi kaum
laki-laki untuk berpoligami. Bagi Kartini, lengkap sudah penderitaan
perempuan Jawa yang dunianya hanya sebatas tembok rumah.
Surat-surat Kartini banyak mengungkap
tentang kendala-kendala yang harus dihadapi ketika bercita-cita menjadi
perempuan Jawa yang lebih maju. Meski memiliki seorang ayah yang
tergolong maju karena telah menyekolahkan anak-anak perempuannya meski
hanya sampai umur 12 tahun, tetap saja pintu untuk ke sana tertutup.
Kartini sangat mencintai sang ayah, namun ternyata cinta kasih terhadap
sang ayah tersebut juga pada akhirnya menjadi kendala besar dalam
mewujudkan cita-cita. Sang ayah dalam surat juga diungkapkan begitu
mengasihi Kartini. Ia disebutkan akhirnya mengizinkan Kartini untuk
belajar menjadi guru di Betawi, meski sebelumnya tak mengizinkan Kartini
untuk melanjutkan studi ke Belanda ataupun untuk masuk sekolah
kedokteran di Betawi.
tentang kendala-kendala yang harus dihadapi ketika bercita-cita menjadi
perempuan Jawa yang lebih maju. Meski memiliki seorang ayah yang
tergolong maju karena telah menyekolahkan anak-anak perempuannya meski
hanya sampai umur 12 tahun, tetap saja pintu untuk ke sana tertutup.
Kartini sangat mencintai sang ayah, namun ternyata cinta kasih terhadap
sang ayah tersebut juga pada akhirnya menjadi kendala besar dalam
mewujudkan cita-cita. Sang ayah dalam surat juga diungkapkan begitu
mengasihi Kartini. Ia disebutkan akhirnya mengizinkan Kartini untuk
belajar menjadi guru di Betawi, meski sebelumnya tak mengizinkan Kartini
untuk melanjutkan studi ke Belanda ataupun untuk masuk sekolah
kedokteran di Betawi.
Keinginan Kartini untuk melanjutkan
studi, terutama ke Eropa, memang terungkap dalam surat-suratnya.
Beberapa sahabat penanya mendukung dan berupaya mewujudkan keinginan
Kartini tersebut. Ketika akhirnya Kartini membatalkan keinginan yang
hampir terwujud tersebut, terungkap adanya kekecewaan dari
sahabat-sahabat penanya. Niat dan rencana untuk belajar ke Belanda
tersebut akhirnya beralih ke Betawi saja setelah dinasihati oleh Nyonya
Abendanon bahwa itulah yang terbaik bagi Kartini dan adiknya Rukmini.
studi, terutama ke Eropa, memang terungkap dalam surat-suratnya.
Beberapa sahabat penanya mendukung dan berupaya mewujudkan keinginan
Kartini tersebut. Ketika akhirnya Kartini membatalkan keinginan yang
hampir terwujud tersebut, terungkap adanya kekecewaan dari
sahabat-sahabat penanya. Niat dan rencana untuk belajar ke Belanda
tersebut akhirnya beralih ke Betawi saja setelah dinasihati oleh Nyonya
Abendanon bahwa itulah yang terbaik bagi Kartini dan adiknya Rukmini.
Pada pertengahan tahun 1903 saat berusia
sekitar 24 tahun, niat untuk melanjutkan studi menjadi guru di Betawi
pun pupus. Dalam sebuah surat kepada Nyonya Abendanon, Kartini
mengungkap tidak berniat lagi karena ia sudah akan menikah. “…Singkat
dan pendek saja, bahwa saya tiada hendak mempergunakan kesempatan itu
lagi, karena saya sudah akan kawin…” Padahal saat itu pihak departemen
pengajaran Belanda sudah membuka pintu kesempatan bagi Kartini dan
Rukmini untuk belajar di Betawi.
sekitar 24 tahun, niat untuk melanjutkan studi menjadi guru di Betawi
pun pupus. Dalam sebuah surat kepada Nyonya Abendanon, Kartini
mengungkap tidak berniat lagi karena ia sudah akan menikah. “…Singkat
dan pendek saja, bahwa saya tiada hendak mempergunakan kesempatan itu
lagi, karena saya sudah akan kawin…” Padahal saat itu pihak departemen
pengajaran Belanda sudah membuka pintu kesempatan bagi Kartini dan
Rukmini untuk belajar di Betawi.
Saat menjelang pernikahannya, terdapat
perubahan penilaian Kartini soal adat Jawa. Ia menjadi lebih toleran. Ia
menganggap pernikahan akan membawa keuntungan tersendiri dalam
mewujudkan keinginan mendirikan sekolah bagi para perempuan bumiputra
kala itu. Dalam surat-suratnya, Kartini menyebutkan bahwa sang suami
tidak hanya mendukung keinginannya untuk mengembangkan ukiran Jepara dan
sekolah bagi perempuan bumiputra saja, tetapi juga disebutkan agar
Kartini dapat menulis sebuah buku.
perubahan penilaian Kartini soal adat Jawa. Ia menjadi lebih toleran. Ia
menganggap pernikahan akan membawa keuntungan tersendiri dalam
mewujudkan keinginan mendirikan sekolah bagi para perempuan bumiputra
kala itu. Dalam surat-suratnya, Kartini menyebutkan bahwa sang suami
tidak hanya mendukung keinginannya untuk mengembangkan ukiran Jepara dan
sekolah bagi perempuan bumiputra saja, tetapi juga disebutkan agar
Kartini dapat menulis sebuah buku.
Perubahan pemikiran Kartini ini
menyiratkan bahwa dia sudah lebih menanggalkan egonya dan menjadi
manusia yang mengutamakan transendensi, bahwa ketika Kartini hampir
mendapatkan impiannya untuk bersekolah di Betawi, dia lebih memilih
berkorban untuk mengikuti prinsip patriarki yang selama ini
ditentangnya, yakni menikah dengan Adipati Rembang.
menyiratkan bahwa dia sudah lebih menanggalkan egonya dan menjadi
manusia yang mengutamakan transendensi, bahwa ketika Kartini hampir
mendapatkan impiannya untuk bersekolah di Betawi, dia lebih memilih
berkorban untuk mengikuti prinsip patriarki yang selama ini
ditentangnya, yakni menikah dengan Adipati Rembang.
Gelar Pahlawan Dan Peringatan Hari Kartini
Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan
Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964, yang
menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus
menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati
setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari
Kartini.
Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964, yang
menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus
menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati
setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari
Kartini.
Nama-Nama Jalan Di Belanda
Di Utrecht Jalan R.A. Kartini atau
Kartinistraat merupakan salah satu jalan utama, berbentuk ‘U’ yang
ukurannya lebih besar dibanding jalan-jalan yang menggunakan nama tokoh
perjuangan lainnya seperti Augusto Sandino, Steve Biko, Che Guevara,
Agostinho Neto.
Di Venlo Belanda Selatan, R.A.
Kartinistraat berbentuk ‘O’ di kawasan Hagerhof, di sekitarnya terdapat
nama-nama jalan tokoh wanita Anne Frank dan Mathilde Wibaut.
Di wilayah Amsterdam Zuidoost atau yang
lebih dikenal dengan Bijlmer, jalan Raden Adjeng Kartini ditulis
lengkap. Di sekitarnya adalah nama-nama wanita dari seluruh dunia yang
punya kontribusi dalam sejarah: Rosa Luxemburg, Nilda Pinto, Isabella
Richaards.
Di Haarlem jalan Kartini berdekatan
dengan jalan Mohammed Hatta, Sutan Sjahrir dan langsung tembus ke jalan
Chris Soumokil presiden kedua Republik Maluku Selatan.
***Sumber : Wikipedia Bahasa Indonesia
Baca juga:
Advertisement
Advertisement
Bagikan ke orang lain!!